KerinciSungai Penuh

Indra DPRD Sungai Penuh Akui Punya Saham, Dugaan Langgar Kode Etik DPRD Menguat

468
×

Indra DPRD Sungai Penuh Akui Punya Saham, Dugaan Langgar Kode Etik DPRD Menguat

Sebarkan artikel ini

SUNGAIPENUH – Polemik proyek pembangunan Klinik Polres Kerinci yang dibiayai melalui APBD Kota Sungai Penuh Tahun Anggaran 2025 senilai Rp 1,4 miliar terus bergulir dan kini memasuki babak baru. Seorang oknum anggota DPRD Kota Sungai Penuh mengakui memiliki saham di perusahaan pelaksana proyek, PT Alam Padoeka Djaya Inti, meski membantah menjabat sebagai komisaris.

Pengakuan tersebut memicu sorotan tajam dari publik dan pemerhati kebijakan, yang menilai keterlibatan anggota DPRD dalam perusahaan yang memperoleh proyek pemerintah daerah berpotensi melanggar kode etik DPRD dan prinsip tata kelola pemerintahan yang bersih (good governance).

Dalam pesan singkat yang dikirim melalui WhatsApp kepada wartawan, oknum DPRD tersebut menyebut dirinya bukan komisaris, namun hanya pemegang saham.

“Sy bkn pengurus bkn komisaris, sy ada memiliki sekian persen saham d prshaan tsb. Klo nama itu nama sy, ssi akta sy bkn komisaris.. masa komisaris ada 2, stau sy komisaris ada 1,” tulisnya.

Meskipun bukan menjabat sebagai pengurus, pengakuan memiliki saham di perusahaan yang mendapatkan proyek pemerintah tetap dinilai menimbulkan benturan kepentingan (conflict of interest).

Menurut pemerhati kebijakan publik Provinsi Jambi, Dedi Dora, keterlibatan anggota DPRD dalam bisnis proyek pemerintah, baik secara langsung maupun tidak, bisa mengganggu fungsi pengawasan dan independensi lembaga legislatif.

“DPRD memiliki fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran daerah. Kalau anggotanya terlibat di perusahaan yang mengerjakan proyek APBD, itu sudah jelas berpotensi benturan kepentingan. Ini persoalan etik dan integritas pejabat publik,” tegas Dedi.

Dedi juga menyoroti bahwa proyek pembangunan Klinik Polres Kerinci seharusnya tidak menggunakan dana APBD Kota Sungai Penuh, karena fasilitas tersebut merupakan bagian dari institusi vertikal di bawah Polri, bukan tanggung jawab pemerintah daerah.

“Anggaran daerah semestinya diprioritaskan untuk kebutuhan masyarakat Kota Sungai Penuh, bukan dialihkan ke proyek lembaga pusat seperti Polres,” ujarnya.

Kalangan aktivis antikorupsi di Sungai Penuh mendesak Badan Kehormatan (BK) DPRD Kota Sungai Penuh segera menindaklanjuti dugaan pelanggaran etik tersebut. Mereka menilai, pengakuan kepemilikan saham sudah cukup menjadi dasar awal untuk dilakukan pemeriksaan etik internal.

“Meski tidak menjabat sebagai komisaris, kepemilikan saham tetap bisa memengaruhi keputusan politik atau arah penganggaran. BK DPRD harus memanggil dan memeriksa yang bersangkutan untuk menjaga marwah lembaga,” tegas salah satu aktivis antikorupsi Sungai Penuh.

Publik kini menanti langkah tegas dari Badan Kehormatan DPRD dan aparat penegak hukum untuk mengusut keterlibatan oknum anggota DPRD tersebut. Sebab, dalam konteks etika publik, yang perlu dijaga bukan hanya jabatan formal, tetapi juga keterlibatan ekonomi yang berpotensi memengaruhi integritas dan objektivitas pejabat publik.(cdr)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *